Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Gambar

Seratus Tahun Lagi, Masih Adakah Hutan untuk Anak Cucu Kita?


Kakek Dapul dan Istri (Sumber: dok. pribadi)

Kemerdekaan bukan hanya tentang bebas dari penjajahan bangsa lain, tetapi juga mencakup kebebasan untuk hidup dan berkembang dalam lingkungan yang sehat dan lestari.

Matahari masih muda ketika kakek Dapul berjalan menyusuri hutan Cadas Pangeran di kaki gunung Tampomas Sumedang, sembari menghirup udara segar yang kini mulai langka.

Kakek Dapul adalah kakek dari suami saya. Beliau adalah veteran sekaligus sosok yang turut berpartisipasi dalam pembuatan aspal pertama di jalanan Indonesia pada masa Soekarno dulu. Pada masa kecilnya, hutan tersebut merupakan area bermain yang luas, tempat berbagi cerita dan tawa, dan yang pernah menjadi saksi bisu dari perjuangan leluhur kita merebut kemerdekaan.

Namun, hutan tersebut kini sudah berubah, beberapa bagian terlihat gundul dan nuansa hijaunya perlahan kian memudar. Tatapan Kakek Dapul seolah menyiratkan : "Apakah hutan seperti ini akan tetap ada untuk anak cucuku kelak?" 


Meniti Jejak Perjuangan dalam Keindahan Hutan Cadas Pangeran

Desa Cipancar, Sumedang, Jawa Barat (Sumber: dok. pribadi)

Tak pernah terlintas dalam benak saya bahwa Desa Cipancar akan sepanas hari ini. Biasanya, ketika mobil sudah mendekati jalan bukit yang menanjak ke Desa Cipancar, dan kaca mobil sedikit diturunkan, hembusan angin sejuk khas pegunungan pasti sudah mulai terasa. Namun, sekarang rasanya angin pedesaan dan angin Ibu Kota tidak lagi ada bedanya. Miris.

Lima tahun yang lalu sangking dinginnya Desa Cipancar, suami saya bahkan tidak sudi menyalakan kipas angin saat di rumah, apalagi saat pagi dan malam.  Namun kini, pemandangan unit outdoor AC terlihat berderet di dinding rumah-rumah warga, seolah mempertegas bahwa Desa Cipancar kini bukan lagi desa dengan udara yang sejuk seperti dulu.

Hal ini dikarenakan lahan hutan sekitar yang sudah banyak dialihfungsikan menjadi tempat pariwisata dan disusul dengan kemunculan cafe-cafe modern yang menjamur.  Ditambah dengan semakin banyak dibangun rumah-rumah hunian di atas lahan hutan. 

Semakin banyak hunian, otomatis semakin banyak infrastruktur pendukung yang diperlukan, sehingga lahan hutan semakin tergerus.

Cadas Pangeran (Sumber: jabarprov.go.id)

Saat kami sekeluarga mudik lebaran ke Desa Cipancar, kami menyempatkan diri untuk mencari angin segar dan memasuki hutan Cadas Pangeran. Jalanannya meliuk dan menanjak. Uniknya, semakin jauh ke atas, nuansa hijau muda pepohonan perlahan bertransisi menjadi hijau tua. Pepohonan raksasa dengan dedaunan lebat dan lumut yang tumbuh di batang-batangnya menunjukkan usia hutan yang sudah tua dan penuh cerita.

Hutan Cadas Pangeran memiliki karakteristik yang unik dengan formasi batuan kapur yang mencolok dan relief yang bergelombang. Selain itu, beberapa air terjun cantik juga banyak tersembunyi di dalam hutan ini.

Bukan sekedar rimbun, hutan ini terasa hidup dan berdenyut. Berbagai spesies burung yang berwarna-warni hinggap dari pohon ke pohon, suaranya bertalu-talu dan membaur dengan hembusan angin segar. Saya masih ingat sekali sensasi menyejukan dari hembusan angin hutan yang menghembus ke wajah saya diikuti dengan aroma hutan yang khas.

Patung Pangeran Kornel yang sedang bersalaman dengan Gubernur Hindia Belanda Herman Willem Daendels di Cadas Pangeran (Sumber: inisumedang.com)

Kawasan hutan ini merupakan saksi bisu perjuangan Pangeran Kornel, putra Pangeran Aria Kusumadiningrat, yang melawan penjajahan Belanda. Pangeran Kornel menentang keras sistem kerja rodi yang menewaskan banyak warga Sumedang waktu itu. Sehingga, kawasan ini menjadi simbol perjuangan dan semangat nasionalisme bagi masyarakat Sumedang.

Terlihat dari patung Pangeran Kornel yang berjabat tangan dengan Daendels menggunakan tangan kirinya. Tangan kirinya dibuat seperti tidak sudi bersentuhan dengan Daendels, dan tangan kanannya digunakan untuk memegang keris miliknya sebagai tanda perlawanan.

Hutan Cadas Pangeran Sebagai Sumber Kehidupan Masyarakat Sekitar

1.    Penghasil Kolang-Kaling dan Madu Hutan

Petani kolang-kaling di Cadas Pangeran (Sumber: Sumedangkab.go.id)

Kamu suka kolang-kaling? Nah, beberapa petani kolang-kaling di Sumedang Selatan, mencari kolang-kaling di kawasan hutan Cadas Pangeran, lho. Dalam satu hari, kolang-kaling yang bisa dipanen dari hutan sekitar 5 sampai 10 kilo gram untuk satu petani.

Beberapa warga menjadikan kolang-kaling sebagai sumber mata pencahariannya, sebab permintaan kolang kaling setiap tahunnya selalu banyak. Kawasan Cadas Pangeran memiliki sumber air bersih yang melimpah, sehingga kolang-kaling tumbuh subur di sana.

Selain itu, beberapa warga Sumedang Selatan menjadi pemburu madu odeng atau madu hutan di kawasan hutan ini. Misalnya, Kakek Utar dan anaknya yang giat memburu madu odeng setiap sore. Pekerjaan ini memiliki risiko tinggi. Selain karena sarang lebah yang letaknya sangat tinggi (sekitar 30 meter), Kakek Utar harus berjibaku dengan sengatan-sengatan lebah.

Itu lah mengapa madu hutan lebih mahal harganya. Selain karena kualitasnya yang sangat baik untuk daya tahan tubuh, risiko pengambilan madunya juga tinggi.

2.    Sumber Kehidupan Utama bagi Warga Kampung Ciseda, yang Terkenal dengan Julukan "Kampung Angker"

Suasana Kampung Ciseda yang berlokasi di dasar jurang Cadas Pangeran, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (29/3/2022). Di kejauhan terlihat Jalan Cadas Pangeran. (Sumber: Tribun Jabar)

Sebagai hutan yang berusia tua, Cadas Pangeran tidak luput dari kisah mistis. Apalagi, dahulu kawasan hutan ini memang merupakan kuburan masal dari para pekerja rodi yang meninggal di bawah jajahan Daendels. 

Namun, kisah mistis ini bisa terbantahkan oleh warga dari satu desa di ujung jurang Cadas Pangeran yang bertahan hingga saat ini. Terdapat 45 warga dalam Kampung Ciseda yang bertahan sejak zaman penjajahan dahulu.

Keberadaan Kampung Ciseda sendiri diulas di buku Pangeran Kornel terbitan 1930 karangan R Memed Sastrahadiprawira, sastrawan Sunda. Pada buku lawas tersebut, Memed menuliskan bahwa usia kampung itu sudah mencapai ratusan tahun.

Meskipun hanya dihuni puluhan warga dan dicap sebagai kampung angker, nyatanya urusan sumber daya alam disana melimpah. Air bersih, selalu tersedia sepanjang tahun. Air untuk kebutuhan konsumsi dan mandi, cuci, kakus (MCK) tidak pernah kering. Kini, jumlah warga Kampung Ciseda perlahan mulai bertambah.

Simbiosis mutualisme juga dibangun oleh warga kampung dengan hutan. Warga kampung berusaha mengambil manfaat tanpa merusak hutan, sebab mereka sadar bahwa hutan tersebut adalah sumber kehidupan utama mereka dan anak cucunya kelak.


Uraian di atas hanyalah sebagian kecil dari manfaat hutan dalam skala daerah. Kita masih belum membahas manfaat hutan dalam skala global.

Hutan memiliki peranan krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan memastikan kehidupan di Bumi dapat berlangsung dengan baik. Ada pepatah yang mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Maka dari itu, supaya makin sayang dan peduli dengan hutan, yuk kenalan dengan manfaat hutan dalam kehidupan kita!

Manfaat Hutan Secara Umum

Sumber: unsplash.com/ Mandy Choi


1.    Penyerap Emisi Karbon

Hutan memainkan peran penting dalam siklus karbon global dengan menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Pohon-pohon menyimpan karbon ini dalam bentuk biomassa. Selain itu, materi organik yang mati di hutan terurai dan menjadi bagian dari tanah, yang juga menyimpan karbon. 

2.    Penjaga Keanekaragaman Hayati

Hutan adalah habitat bagi jutaan spesies flora dan fauna. Beberapa spesies bahkan hanya bisa ditemukan di satu jenis hutan tertentu dan tidak ada di tempat lain.

Contohnya, Rafflesia Arnoldi yang hanya tumbuh di hutan hujan Sumatera dan Kalimantan. Bunga tersebut adalah salah satu bunga terbesar di dunia. Kemudian, Orangutan yang hanya hidup di hutan hujan Indonesia di Sumatera dan Kalimantan.

3.    Pencegah Erosi dan Tanah Longsor

Hutan memainkan peran penting dalam mencegah erosi tanah dan longsor. Akar pohon dan tumbuhan lainnya menembus lapisan tanah, menjaga partikel-partikel tanah agar tetap bersatu. Akar ini berfungsi seperti jaring yang memperkokoh struktur tanah, sehingga ketika hujan turun atau aliran air bergerak, tanah tersebut tidak mudah terbawa.

Pohon-pohon dan tumbuhan hutan menyerap air dari tanah, yang membantu mengurangi jumlah air berlebih yang bisa menyebabkan tanah menjadi jenuh dan berisiko longsor. Vegetasi hutan memperlambat aliran air permukaan, memberi waktu lebih banyak bagi air untuk diserap ke dalam tanah daripada mengalir dengan cepat ke area yang lebih rendah, yang dapat menyebabkan erosi.

4.    Pengendali Banjir

Pohon dan vegetasi hutan meningkatkan kapasitas tanah untuk menyerap air hujan, mengurangi aliran permukaan, dan peluang terjadinya banjir. Selain itu, akar pohon memperkuat tanah, mengurangi erosi dan sedimentasi di sungai, yang pada gilirannya memastikan sungai tetap dalam kapasitasnya dan mengurangi risiko banjir. 

Selanjutnya, tanah hutan mampu menyimpan lebih banyak air, yang kemudian dilepaskan perlahan ke sungai atau aliran air, menjaga konsistensi aliran dan menghindari lonjakan cepat yang dapat menyebabkan banjir. Dengan demikian, hutan membantu menjaga keseimbangan aliran air, meminimalisir risiko banjir setelah hujan lebat.

5.    Sumber Air Bersih

Hutan memiliki peran penting sebagai daerah resapan air hujan dan penyedia air bersih, berkontribusi langsung pada ketersediaan air untuk berbagai keperluan, termasuk konsumsi, pertanian, dan industri.

Banyak sumber mata air berasal dari daerah hutan. Air yang tersimpan di tanah hutan mengalir keluar membentuk mata air yang menjadi awal mula aliran sungai. Sungai-sungai ini kemudian menjadi sumber utama air bersih untuk konsumsi, pertanian, dan industri.

Hutan pegunungan di banyak daerah merupakan sumber utama air bagi kota-kota di dataran rendah. Pengelolaan hutan yang buruk atau deforestasi di daerah hulu dapat mengurangi ketersediaan air di daerah hilir, mengakibatkan kurangnya pasokan air bersih dan bahkan kekeringan.

6.    Kesejahteraan Sosial-Ekonomi

Hutan menyediakan kayu, resin, getah, dan banyak sumber daya lainnya yang mendukung industri dan pekerjaan. Ekowisata berbasis hutan juga menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, misalnya di kawasan hutan Cadas Pangeran pun banyak masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya pada hasil hutan.

7.    Membantu Memoderasi Suhu dan Kelembaban Suatu Daerah

Dedaunan dan kanopi pohon di hutan memberikan perlindungan dari sinar matahari langsung, yang mengurangi pemanasan permukaan tanah. Selain itu, melalui proses transpirasi, pohon-pohon melepaskan uap air ke atmosfer, yang memberikan efek pendinginan dan membantu meningkatkan kelembaban udara di sekitar hutan. Tanaman dan tanah di hutan juga menyerap dan menyimpan panas, membantu memoderasi fluktuasi suhu antara siang dan malam.

Contoh nyata dari efek moderasi ini adalah perbandingan suhu dan kelembaban di dalam hutan hujan tropis dengan area terbuka di sekitarnya. Seringkali, di dalam hutan hujan tropis, suhu lebih sejuk dan kelembaban lebih tinggi dibandingkan dengan area padang rumput atau pertanian di dekatnya.

8.    Simbol Budaya dan Spiritual

Hutan mewakili keseimbangan alam dan siklus kehidupan. Keberlanjutan hutan mencerminkan harmoni antara manusia dan alam. Hutan juga sering dijadikan tempat untuk upacara dan ritual tertentu, seperti inisiasi, penyembuhan, atau perayaan bagi masyarakat adat tertentu. Hutan bukan hanya lanskap fisik, bagi banyak orang, hutan adalah lanskap spiritual.

Masyarakat adat di seluruh dunia telah hidup berdampingan dengan hutan selama ribuan tahun. Bagi mereka, hutan bukan hanya sumber daya yang dapat dieksploitasi, tetapi merupakan bagian integral dari identitas mereka. Tanah dan hutan menjadi saksi bisu dari banyak peristiwa penting dalam sejarah suku atau masyarakat tersebut: kelahiran, kematian, pertempuran, perjanjian, dan lainnya.

9. Ruang Meditasi dan Rekreasi

Penelitian telah menunjukkan bahwa berada di alam, terutama di hutan, dapat memiliki efek positif pada kesejahteraan psikologis dan emosional seseorang. Lingkungan hutan dengan suasana yang tenang, udara yang segar, serta suara-suara alam seperti gemericik air dan kicauan burung, telah terbukti membantu menurunkan tingkat kortisol, hormon yang berkaitan dengan stres. 

Selain itu, koneksi dengan alam dapat meningkatkan kemampuan untuk fokus terhadap diri, yang mana merupakan kondisi yang sangat mendukung meditasi. Dengan demikian, hutan menjadi tempat yang ideal untuk meditasi karena memberikan pengalaman sensorik yang mendalam, yang memungkinkan seseorang untuk terputus dari gangguan sehari-hari dan lebih fokus pada diri sendiri.

Hutan juga memiliki potensi sebagai destinasi pariwisata alam yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar, serta menjadi tempat edukasi bagi pengunjung tentang pentingnya konservasi hutan dan keanekaragaman hayati.

Fakta Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Sumedang

(Sumber: sumedangkab.go.id)


Pada tahun 2014, KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Sumedang mengalami kebakaran hutan sebanyak sepuluh kali di berbagai lokasi termasuk Tomo Utara, Ujung Jaya, Cadas Pangeran, dan Tomo.

Menurut Jurnal Penelitian Silvikultur Tropika Vol. 12 No. 01, April 2021, penyebab kebakaran berasal dari aktivitas masyarakat sekitar termasuk pembukaan lahan hutan, puntung rokok, dan pembakaran lahan. Sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan yang tersedia di KPH Sumedang pun belum memenuhi standar yang ditetapkan dalam Peraturan LHK No. 32 Tahun 2016.

Mengutip dari buku Pengertian Kebakaran Hutan (2003), kebakaran hutan secara umum disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam dapat terjadi karena petir, batu bara, dan letusan gunung berapi. Sedangkan faktor manusia antara lain disebabkan oleh kesengajaan membakar, konflik sosial, api unggun, dan operasi pembalakan.

Namun, menurut penilitian lapangan, penyebab terjadinya kebakaran hutan di kawasan hutan Sumedang Selatan ini, banyak disebabkan oleh adanya kegiatan berburu babi pada kawasan hutan. Kegiatan ini masih sering dilakukan karena babi dianggap hama yang sering merusak perkebunan warga. 

Cara yang digunakan dalam berburu ini salah satunya yaitu melakukan pembakaran pada semak belukar agar mengarahkan hewan buruan pada perangkap. Cara tersebut menimbulkan menjalarnya api pada kawasan lain dikarenakan api tidak dapat dikendalikan. 

Selain itu, penyebab terjadinya kebakaran lainnya disebabkan oleh pembukaan lahan dengan metode pembakaran. Metode ini masih dianggap lebih efektif serta murah, sehingga warga masih sering melakukan hal tersebut.

Maka bisa disimpulkan bahwa, karhutla banyak disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti berburu dan pembukaan lahan.

Dua ratus tahun sejak perjuangan Pangeran Kornel tercatat, kini tempat yang dulu menjadi saksi bisu perjuangan para pahlawan kita, semakin jauh dari kata lestari. Bukankah seharusnya kita, sebagai generasi penerus bangsa, melanjutkan perjuangan para pahlawan dengan menjaga dan melestarikan alam? Bukankah seharusnya kita menghargai pengorbanan mereka yang telah berjuang mati-matian?

Kabar Karhutla Terbaru di Sumedang

(Sumber: tangkapan layar berita karhutla hutan Cadas Pangeran Metro TV)

Mengutip dari pusatkrisis.kemkes.go.id, telah terjadi kebakaran lahan gambut di Desa Cipelang dan Sakurjaya Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang pada Selasa, 1 Agustus 2023, pukul 14.45 WIB. Luas lahan yang terbakar ± 3 Ha.

Lagi-lagi terjadi kasus karhutla gambut di Indonesia. Padahal sudah lebih dari 50% lahan gambut di Indonesia yang terbakar, melepaskan lebih dari 1 gigaton emisi karbon. Hal ini membuat beberapa kota di Indonesia menjadi kota paling berpolusi di dunia.

Tahukah kamu mengapa lahan gambut seringkali 'dianaktirikan' dalam diskusi lingkungan? Pertama, masyarakat Indonesia masih awam terhadap peran penting lahan gambut dan dampak yang diberikan jika lahan gambut terbakar.

Kedua, karena porsi lahan gambut yang kecil, yang hanya menutupi 3% dari permukaan daratan di dunia. Padahal, meskipun hanya meliputi sekitar 3% dari permukaan bumi, lahan gambut dapat menyimpan hingga 30% total karbon darat, jumlah ini setara dengan dua kali jumlah karbon yang disimpan di semua hutan di dunia.

Kabar Karhutla Terbaru di Indonesia

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selama periode Januari-Juli 2023 luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia sudah mencapai 90.405 hektare (ha). Tragisnya, lebih dari setengah lahan gambut di Indonesia juga sudah terbakar. 

Seluruh kebakaran itu tercatat menghasilkan emisi lebih dari 5,9 juta ton emisi karbon dioksida (CO2e), yang memberikan sumbangan signifikan terhadap percepatan perubahan iklim.

Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan lonjakan dramatis dalam jumlah titik panas. Dalam periode sepekan dari 17 Juli hingga 23 Juli 2023, jumlah titik panas meningkat dua kali lipat, dari 6.082 menjadi 12.701. 

Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, menyatakan bahwa Kalimantan, Jawa, dan Papua merupakan daerah dengan peningkatan titik panas yang paling signifikan.

Dengan puncak musim kemarau yang diperkirakan terjadi pada bulan Agustus dan September 2023, situasi ini menjadi semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan informasi dari Badan Cuaca Indonesia, tahun ini kita diperkirakan akan menghadapi musim kemarau terparah sejak 2019. Salah satu penyebab kondisi ini adalah munculnya pola cuaca El Nino.

Masyarakat Indonesia dihimbau untuk tidak meninggalkan api tanpa pengawasan dan untuk melaporkan penurunan muka air yang signifikan di area lahan gambut. Mengapa? Sebab, lahan gambut yang kering sangat rawan terbakar. Cukup dengan sepuntung rokok yang tidak dimatikan, jika terkena lahan gambut yang kering, akan menyebabkan kebakaran.

Saat ini kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Palangkaraya terus meningkat. Hingga Selasa, 15 Agustus 2023 telah terjadi 126 kali kebakaran hutan dan lahan. Dalam satu hari, karhutla terjadi hingga 10 kali.

Di Kalimantan, tidak hanya Palangkaraya saja yang sudah darurat karhutla, di Pontianak mulai 18 Agustus 2023, siswa/i sekolah dihimbau oleh wali kota untuk segera melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring. Kebijakan darurat tersebut merupakan dampak dari menurunnya kualitas udara di Pontianak yang masuk kategori sangat tidak sehat akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat.

Data di atas bukan hanya sekadar angka, melainkan representasi dari kegagalan kita dalam menjaga dan melestarikan hutan Indonesia.

Sering Diabaikan, Ini Dampak Fatal dari Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)

Dampak karhutla itu menyeluruh, tidak hanya memperburuk kualitas lingkungan, tetapi menurunkan kualitas hidup dalam berbagai aspek. Simak dampak karhutla dalam beberapa aspek kehidupan, mulai dari kesehatan hingga lingkungan. 

1.    Dampak Karhutla terhadap Kesehatan

Asap yang dihasilkan dari karhutla mengandung partikel halus  (PM2.5) yang dapat dengan mudah menembus alveoli di paru-paru. Jika terhirup, partikel ini dapat menyebabkan atau memperburuk masalah pernapasan seperti asma, bronkitis, hingga kanker paru-paru. 

Selain itu, asap dari kebakaran hutan juga meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, dan kondisi kardiovaskular lainnya. 

Iritasi mata juga menjadi masalah umum akibat asap karhutla. Banyak individu yang melaporkan mata yang merah, gatal, dan kering. Kulit pun tidak terlepas dari efek negatif asap, di mana banyak laporan tentang iritasi, kemerahan, gatal, dan reaksi alergi. 

Anak-anak, lansia, ibu hamil, dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, cenderung lebih rentan terhadap dampak kesehatan dari asap kebakaran hutan. 

Asap dapat mengurangi kualitas udara dan oksigen, sehingga bukan hanya menurunkan fungsi paru-paru, tetapi juga memperburuk kondisi kesehatan secara keseluruhan. Dan yang paling mengkhawatirkan, meskipun banyak dampak kesehatan muncul segera setelah paparan, ada juga dampak jangka panjang yang mungkin baru akan muncul beberapa tahun setelahnya.

2.    Dampak Karhutla terhadap Perekonomian

Lahan yang sudah terbakar sering kali mengalami penurunan kesuburan, sehingga akan sulit untuk ditanami kembali. Hal ini berdampak langsung terhadap pendapatan petani dan pekerja perkebunan. Petani bergerak pada bagian hulu dalam alur produksi pangan. Jika mereka terdampak, maka harga pangan akan melonjak, dan memengaruhi perekonomian seluruh negeri.

Karhutla juga merusak infrastruktur dasar yang vital seperti jalan, jembatan, dan fasilitas lainnya, yang membutuhkan biaya besar untuk pemulihan dan pembangunan kembali.

Kawasan yang terkena dampak karhutla, terutama jika dikenal sebagai destinasi pariwisata, mungkin akan mengalami penurunan kunjungan. Citra negatif dan kekhawatiran kesehatan dapat menurunkan jumlah wisatawan yang datang. Akibatnya, perekonomian daerah akan anjlok.

Penyakit yang muncul atau yang diperparah oleh asap karhutla juga akan mengakibatkan peningkatan beban bagi sistem kesehatan publik. Pemerintah dan masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih untuk perawatan medis, obat-obatan, dan rehabilitasi.

Di sisi lain, industri yang memerlukan udara bersih juga akan terganggu aktivitasnya. Misalnya, industri penerbangan yang akan menghadapi gangguan jadwal dan pembatalan penerbangan akibat jarak pandang yang terbatas akibat asap.

3.    Dampak Karhutla terhadap Sosial dan Politik

Coba posisikan diri kita menjadi petani atau pengelola lahan dari lahan yang terbakar. Demi bertahan hidup, tentunya kita pasti akan mencari pekerjaan lain, bukan? Ini lah dampak sosial dari karhutla, di mana akan banyak orang yang berbondong-bondong beralih bidang pekerjaan demi bertahan hidup.

Kemudian, jika lahan terbakar karena disengaja, misalnya untuk melakukan land clearing atau mengklaim asuransi, pasti akan mengakibatkan bentrok antar komunitas. Hal ini sudah sering terjadi, terutama bentrok atau konflik antara perusahaan besar dengan masyarakat adat.

Jika lahan dan hutan telah musnah, apa yang akan dilakukan masyarakat sekitar? Sebagian mungkin akan bertahan dan berusaha membangun kembali. Namun, bagi mereka yang tidak mampu, pasti lebih memilih untuk mengungsi. Sehingga, karhutla juga mengakibatkan migrasi penduduk yang besar.

Bagaimana karhutla berdampak dalam aspek politik? Mudah saja. Jika karhutla kerap terjadi, pemerintah akan dipaksa untuk segera merombak kebijakannya dalam mengelola hutan. 

Selain itu, jika asap karhutla terlalu besar hingga sampai ke negara tetangga, dapat menimbulkan ketegangan diplomatik. Negara-negara yang terkena dampak dapat menuntut tindakan lebih lanjut dan kompensasi pada kita.

4.    Dampak Karhutla terhadap Lingkungan

Tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa karhutla sangat berdampak terhadap lingkungan. Kebakaran menghancurkan habitat alami banyak spesies flora dan fauna, sehingga merusak keseimbangan ekosistem dan rantai makanan. Terganggunya keseimbangan rantai makanan ini lah yang menjadi cikal bakal kepunahan suatu spesies.

Ketika hutan terbakar, karbon yang disimpan dalam pohon dilepaskan ke atmosfer dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Selain itu, lahan gambut, yang merupakan penyimpan karbon besar, saat terbakar akan melepaskan jumlah karbon yang luar biasa besar ke atmosfer, sehingga memberikan efek jangka panjang pada perubahan iklim.

Api menghancurkan lapisan atas tanah yang kaya nutrisi dan mengganggu siklus regenerasi alami hutan. Tanah yang terbakar juga menjadi kurang poros (kurang mampu menahan air), sehingga meningkatkan risiko erosi dan banjir saat musim hujan tiba.

Tidak hanya merusak daratan, abu dan partikel lainnya dari kebakaran hutan dapat mencemari sumber air, sehingga mempengaruhi kualitas air minum dan habitat akuatik.

Apalagi, hutan memiliki peran dalam meregulasi iklim mikro di sekitarnya. Kehilangan hutan bisa mengakibatkan perubahan suhu dan kelembapan di daerah sekitarnya.

Leuweung ruksak, cai beak, manungsa balangsak yang berarti hutan rusak, air habis, manusia hidup sengsara ini menggambarkan betapa bahayanya kerusakan hutan bagi kehidupan manusia. 

Fakta Hutan Hujan Tropis Indonesia

Orangutan (Sumber: unsplash.com/ Chris Loh)


Dulu saya bingung kenapa yah orang luar negeri selalu memasukan obrolan cuaca dalam topik basa-basi hariannya, seperti, "How's the weather today?" (Gimana cuaca hari ini?). Sementara di Indonesia, kalau basa-basi gak pernah menanyakan cuaca, yang ditanyain justru "kapan nikah?", "kapan wisuda?", "kapan punya anak?" ^^

Ternyata hal itu dikarenakan Indonesia punya cuaca yang stabil. Kalau gak hujan, ya panas, titik. Kalau di Eropa kan, siang bisa cerah, sorenya tiba-tiba suhu turun di bawah 10 derajat. Bahkan, tahun 2023 ini, di Serbia turun salju pada bulan April, lho! Benar-benar tidak menentu.

Letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa membuatnya memiliki iklim tropis yang mendukung pertumbuhan hutan hujan tropis yang lebat. Indonesia memiliki sekitar 90 juta hektar hutan hujan tropis, menjadikannya negara dengan hutan hujan tropis terbesar nomor tiga di dunia, setelah Brazil dan Kongo!

Peringkat tiga besar ini tidak hanya diukur dari luas wilayahnya saja, tetapi juga diukur dari kekayaan keanekaragaman hayatinya.

Hutan hujan tropis Indonesia adalah rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna, termasuk spesies endemik dan yang terancam punah. Misalnya, hewan seperti Orangutan, Tarsius, dan Macan Dahan, serta berbagai spesies burung seperti Kasuari Leher Emas, Jalak Bali, sampai Burung Rangkong, dan tumbuhan-tumbuhan khas yang tidak bisa hidup di tempat lain kecuali hutan hujan tropis Indonesia.

Keberadaan hutan hujan tropis di Indonesia tidak hanya berperan sebagai penyimpan keanekaragaman hayati, tapi juga memiliki peran strategis dalam ekosistem global. Hutan-hutan ini berfungsi sebagai salah satu paru-paru dunia, menyerap sejumlah besar karbon dioksida dan menghasilkan oksigen yang esensial bagi kehidupan di bumi.

Namun, status prestisius sebagai pemegang hutan hujan tropis terbesar ketiga juga datang dengan tantangan. Indonesia menghadapi ancaman deforestasi yang masif, baik akibat penebangan liar, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), maupun konversi lahan untuk keperluan industri dan perkebunan, seperti kelapa sawit. 

Kondisi ini menjadi perhatian global, karena deforestasi dapat mengakibatkan pelepasan karbon besar-besaran ke atmosfer, dan mempercepat laju perubahan iklim.

Bagaimana Kita #BersamaBergerakBerdaya Untuk Hutan dan Lahan?



Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Bagaimana cara terbaik menghargai jasa mereka? Tentu saja dengan menjaga warisan peninggalan mereka, yaitu Indonesia yang merdeka dan terjaga kelestariannya.

Bagaimana cara praktis untuk #BersamaBergerakBerdaya untuk Hutan Indonesia?

1.    Edukasi Inklusif

Dalam setiap nafas hutan dan lahan, ada sejuta pelajaran yang bisa kita ambil. Edukasi adalah senjata paling ampuh. Lewat pendidikan lingkungan yang inklusif, kita bisa membangun kesadaran generasi muda untuk mencintai dan melindungi hutan.

Menyebarkan pengetahuan sekarang tidak sesulit dulu. Kita harus bisa menjadikan internet sebagai 'amplifier' raksasa yang menyuarakan isu perubahan iklim kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak berpartisipasi dalam menyebarkan kesadaran perubahan iklim.

2.     Ikut Mendukung Aksi Lokal yang Bergerak untuk Melestarikan Lingkungan

Belum lama ini, saya dibuat terkagum-kagum oleh inisiatif anak muda di Bali dalam membangun komunitas sekaligus menjaga alamnya. 

Saya mengetahui soal Kredibali, sebuah organisasi yang mempunya operasional yang unik. Jadi, mereka menyediakan jasa les bahasa Inggris untuk anak-anak sekitar, dan alat tukar pembayarannya adalah sampah plastik.  

Anak-anak diharuskan membawa sampah plastik dari rumahnya masing-masing, sebagai bayaran untuk les bahasa Inggris. Nantinya, sampah-sampah plastik ini akan didaur ulang dan ditukar menjadi beras ke lembaga swadaya masyarakat Bali. Setelah itu, beras-beras ini akan disalurkan kepada lansia-lansia tidak mampu.

Nah, inisiatif seperti Kredibali ini tidak sedikit lho, teman-teman! Kalian bisa menemukan mereka di daerah masing-masing. Dengan mendukung aksi lokal seperti ini, kalian secara tak langsung turut menjadi agen perubahan.

Mendukung aksi mereka tidak melulu harus datang ke lapangan dan bergabung, kalian bisa #BersamaBergerakBerdaya mendukung mereka dengan menyebarkan aksi mereka di sosial media dan media daring lainnya. Mudah sekali, kan?

3.    Kolaborasi

Menjaga hutan memang tidak bisa dilakukan sendiri, dibutuhkan kolaborasi yang apik untuk #BersamaBergerakBerdaya. Bagaimana caranya?

Pertama-tama, temukan passion-mu, entah itu menulis, membuat desain, arsitektur, videografi, dan lain-lain. Setelah itu, integrasikan passion-mu dengan gerakan menjaga lingkungan. Kamu bisa ambil contoh dari Eco Blogger Squad, kumpulan blogger yang memiliki passion dalam kepenulisan dan berkolaborasi untuk menyuarakan isu lingkungan.

Banyak orang dengan passion yang sama, akan mudah untuk dipertemukan dan menjalin kerjasama. Kamu bisa berkolaborasi dengan individu yang memiliki passion yang sama, dan integrasikan aktivitasmu untuk menjaga lingkungan.

4.    Merubah Gaya Hidup

Memulai gaya hidup berkelanjutan adalah langkah kongkret yang bisa kita lakukan sehari-hari. Mulai dari mengurangi konsumsi plastik, mendukung produk berkelanjutan, beralih ke transportasi umum, hingga membiasakan daur ulang, tindakan sederhana ini membuat kita menjadi bagian dari solusi.

Merubah gaya hidup tidak perlu terlalu drastis. Kamu bisa mulai sedikit demi sedikit, dengan catatan harus tetap konsisten yah! 

FYI, saya pernah membawa tisu kain ramah lingkungan ke kantor, untuk mengganti tisu sekali pakai. Kebetulan beberapa orang tertarik dengan produk tersebut dan ikut-ikutan untuk membeli produk yang sama. Efek domino dari kebaikan itu nyata, maka dari itu jangan ragu untuk memulai kebiasaan baru.

Kamu penasaran produk sehari-hari apa saja yang bisa kita substitusi agar lebih ramah lingkungan? Selain tisu dan plastik, kamu bisa mensubstitusi produk harianmu dengan produk-produk yang tercantum dalam artikel ini: Rutinitas Ramah Lingkungan: 11 Langkah Praktis Mengurangi Emisi Karbon Harian

Solusi mengatasi kebakaran hutan dan lahan

1. Mengembangkan Teknologi Monitoring dan Pelaporan Karhutla

Dalam era digital ini, mengapa tidak memanfaatkan teknologi untuk memantau hutan kita?

Sebenarnya saya mempunyai pengandaian. Saya pernah mendengar aplikasi berbasis GIS (Geographic Information System) untuk memantau kondisi hutan dan aplikasi yang memungkinkan masyarakat melaporkan kegiatan ilegal di hutan. 

Namun, aplikasi tersebut sepertinya belum ada di Indonesia. Mungkin kalau memang sudah ada, pastinya belum terkenal atau masih dalam tahap pengembangan. Sebab, ketika saya melakukan pencarian di internet mengenai teknologi tersebut, hasilnya nihil.

Dengan sistem pemantauan berbasis satelit dan drone, kita bisa mendeteksi awal mula kebakaran dan segera bertindak. Tidak hanya itu, teknologi juga dapat membantu kita memahami pola kebakaran dan faktor pemicunya, sehingga kita dapat merancang strategi pencegahan yang lebih efektif.

Jadi, kalau kamu punya keahlian dan passion di bidang IT, coba deh integrasikan passion-mu untuk lingkungan, dan coba kembangkan aplikasi serupa.

2. Pemberdayaan Masyarakat Lokal

Mereka yang tinggal di pinggiran hutan adalah mata dan telinga kita. Dengan memberdayakan mereka melalui pendidikan dan pelatihan, kita menciptakan barisan pertama pertahanan terhadap kebakaran. Mereka bukan hanya pelindung, tetapi juga penjaga tradisi dan pengetahuan tentang hutan.

Mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang hutan berdasarkan pengalaman turun temurun dan sering memiliki solusi lokal yang inovatif untuk masalah lingkungan. Namun, biasanya mereka tidak memiliki sumber daya, seperti dana dan teknologi.

Nah di situ lah peran kita sebagai masyarakat modern. Kita bisa memodernisasi kearifan lokal mereka dengan pengetahuan teknologi kita, memberikan edukasi kepada mereka, dan membantu dalam bentuk dana.

Contohnya, kita bisa berkontribusi untuk wilayah adat yang terkena bencana ekologi, dengan berdonasi melalui Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). 

Masyarakat adat memiliki kearifan lokal dan pengetahuan turun temurun untuk mengelola wilayah adat mereka dengan cara yang harmonis dengan alam. Kearifan ini memberi mereka kemampuan untuk mendeteksi dan mengantisipasi potensi bencana, baik melalui perubahan di ekosistem, tanda-tanda alam, maupun perilaku satwa.

Meski memiliki kemampuan alami tersebut, masyarakat adat saat ini menghadapi tantangan besar dari intervensi manusia. Aktivitas seperti perkebunan skala besar, pertambangan, dan berbagai proyek pembangunan lainnya telah mengubah ekosistem di wilayah adat dengan cepat, 

Hal tersebut membuat masyarakat adat kesulitan dalam menerapkan pengetahuan dan kearifan mereka, dan wilayah adat menjadi lebih rentan terhadap bencana.

Kita bisa berdonasi untuk membantu mereka memulihkan lahan mereka, melalui laman website AMAN. Lagipula, jika alam mereka terjaga, kita juga yang akan merasakan dampaknya, karena #UntukmuBumiku.

3. Restorasi Lahan dan Agroforestry

Alih-alih membakar lahan untuk mengonversi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian, kita bisa menggunakan metode agroforestry. Membakar lahan memang lebih praktis dan cepat, tetapi dampaknya sangat signifikan, terutama bagi lingkungan. 

Mengutip dari jurnal yang ditulis oleh Dr. Arom Figyantika, dkk, Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan yang mengkombinasikan tanaman pertanian dan tanaman kehutanan dengan suatu pengaturan jarak tanam dengan tujuan mengurangi persaingan antar tanaman.

Jadi, daripada membakar hutan untuk dikonversi menjadi pertanian, kita bisa memanipulasi lahan agar tanaman hutan dan tanaman pertanian bisa hidup berdampingan.

Pengetahuan ini sebenarnya bukan lah hal baru. Nenek moyang kita sudah melakukannya sejak dahulu. Terbukti dari banyaknya istilah agroforestri di berbagai daerah yang sudah diketahui secara turun temurun, seperti Pekarangan, Wono, Talun, Parak, Repong Damar, Kebun Campuran, Munaant, Simpukng, Tembawang, Kebont We, Amarasi, dan lain-lain.

4. Kebijakan dan Regulasi yang Kuat

Inisiatif apa pun yang tercipta, tidak akan bisa dieksekusi tanpa dukungan kebijakan yang kuat. Diperlukan regulasi yang tegas untuk menindak pelaku pembakaran hutan dan lahan, serta insentif untuk mereka yang berkontribusi pada pelestarian.

Terkadang pembuat kebijakan terlalu fokus pada 'hukuman bagi pelanggar', dan melupakan 'hadiah/ insentif bagi orang-orang yang berkontribusi'.

5. Kampanye Kesadaran Masyarakat

Kita semua adalah bagian dari solusi. Dengan meningkatkan kesadaran tentang dampak kebakaran hutan dan lahan, kita bisa membangun gerakan masyarakat yang mendorong tindakan nyata.

Kampanye ini bisa kita lakukan melalui kolaborasi untuk #BersamaBergerakBerdaya. Kampanye paling mudah adalah melalui sosial media dan media masa. Kita bisa menulis, membuat video, membuat ilustrasi, dan jenis konten apapun yang memantik empati masyarakat terhadap lingkungan.

Jadikan internet sebagai amplifier raksasa untuk menyuarakan himbauan menjaga hutan.

Hutan dan Pahlawan

Dulu, Indonesia dikenal sebagai "Emerald Equator" atau Zamrud Khatulistiwa, sebuah julukan yang menggambarkan kekayaan hutan tropis yang hijau dan subur. Negeri ini nyatanya memang kaya dan indah, negeri yang pantas diperjuangkan. Leluhur kita sadar betul akan hal ini, hingga membuat mereka berjuang dan rela bertaruh nyawa demi masa depan ibu pertiwi.

Untuk menghormati mereka yang gugur, kita merayakan hari kemerdekaan setiap tahunnya. Namun, pernahkan terbesit oleh teman-teman, bahwa pahlawan kita sebenarnya tidak meminta penerusnya melakukan perayaan tahunan yang meriah, atau menjadikan nama mereka sebagai nama jalan, maupun mengabadikan sosok mereka dalam bentuk patung?

Hal-hal di atas mungkin bisa dijadikan bentuk penghormatan bagi para pahlawan, tapi apakah itu yang sebenarnya mereka cita-citakan dan harapkan dari kita?

Perayaan hari kemerdekaan sejatinya adalah momentum pengingat bagi generasi penerus, untuk melanjutkan perjuangan mereka menjaga dan mempertahankan tanah air. Sehingga, bentuk penghormatan paling tinggi adalah menjaga warisan hasil perjuangan para pahlawan untuk negeri ini.

Dulu, leluhur kita mewariskan Indonesia yang merdeka dan masa depan yang menjanjikan. Lantas Indonesia yang seperti apa yang generasi kita akan wariskan kelak? 


Kerap kali kita lupa bahwa menjaga dan memelihara keberlanjutan lingkungan, termasuk hutan, adalah bagian penting dari perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan. Kemerdekaan bukan hanya berarti bebas dari penjajahan oleh bangsa lain, tetapi juga mencakup kebebasan untuk hidup dan berkembang dalam lingkungan yang sehat dan lestari. 

Kita mungkin seringkali memahami perjuangan para pahlawan dalam konteks yang sempit, yaitu perang dan konflik militer. Namun, perjuangan mereka pada dasarnya adalah untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik, yang juga mencakup pelestarian lingkungan.

Hutan adalah bagian integral dari warisan perjuangan pahlawan kemerdekaan kita. Memelihara dan menjaga hutan berarti menjaga keseimbangan ekosistem, menjaga kehidupan, dan menghormati perjuangan pahlawan kita.

Banyak hutan di Indonesia yang sejak zaman dahulu kala telah dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat adat dan lokal. Mereka mengelola hutan secara lestari, mengambil manfaat tanpa merusak, membuktikan bahwa manusia dan alam bisa hidup berdampingan dengan harmonis. 

Kini, tugas kita sebagai generasi muda adalah meneruskan penjagaan hutan tersebut, mencegah kerusakan dan deforestasi, serta memulihkan hutan yang terlanjur rusak.

Ketika kita berbicara tentang hutan, kita berbicara tentang masa depan. Kita berbicara tentang warisan yang akan kita tinggalkan. Jadi, mulai dari sekarang, mari bertanya pada diri sendiri setiap hari: "Apa yang telah saya lakukan untuk hutan hari ini?"

Seratus tahun lagi, semoga anak cucu kita tidak hanya mendengar cerita tentang hutan, tetapi juga dapat berjalan, bermain, dan bermimpi di bawah rindangnya pohon-pohon hijau yang kita jaga bersama.

Oleh karena itu, yuk #BersamaBergerakBerdaya menjaga hutan!

***

Baca Juga: Artikel EBS November 2023: Biodiesel dari Minyak Jelantah

Sumber:

https://balaikliringkehati.menlhk.go.id/pemimpin-transglobal-rimbawan-muda-masa-depan-kehutanan-indonesia/
https://sumedangraya.pikiran-rakyat.com/sumedang-raya/pr-3316874457/pertaruhan-sang-pemburu-madu-odeng-di-sumedang-demi-kebutuhan-sehari-hari?page=3
https://jabar.tribunnews.com/2022/03/30/ada-kehidupan-di-dasar-jurang-cadas-pangeran-dihuni-45-orang-dan-disebut-kampung-angker
https://sumedangkab.go.id/berita/detail/odang-jualan-kolang-kaling-hutan-cadas-pangeran
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jsilvik/article/download/36931/22048
https://video.medcom.id/metro-news/xkEEdQMk-hutan-lindung-cadas-pangeran-terbakar
https://pusatkrisis.kemkes.go.id/Kebakaran-Hutan-dan-Lahan-di-SUMEDANG-JAWA-BARAT-01-08-2023-21
https://grafis.tempo.co/read/1767/titik-panas-dampak-pencegahan-dan-penanggulangan-karhutla
https://ctss.ipb.ac.id/2022/02/09/agroforestri-dengan-kearifan-lokal-upaya-besar-dalam-penyelamatan-hutan-secara-berkelanjutan-di-tengah-kehidupan-yang-cenderung-antroposentris/#:~:text=Leuweung%20ruksak%2C%20cai%20beak%2C%20manungsa,kerusakan%20hutan%20bagi%20kehidupan%20manusia.

Komentar